Mekare-kare, juga dikenal sebagai Perang Pandan, adalah tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Bali Aga di desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali. Tradisi ini merupakan bagian dari upacara adat yang diselenggarakan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, dewa perang dan pelindung dalam agama Hindu Bali.
Asal Usul dan Makna
Tradisi Mekare-kare diyakini sudah berlangsung selama ratusan tahun, terkait erat dengan kepercayaan dan budaya masyarakat Bali Aga, penduduk asli Bali yang masih mempertahankan gaya hidup dan adat istiadat kuno. Mekare-kare digelar untuk menghormati Dewa Indra, yang dalam mitologi Hindu dianggap sebagai dewa perang yang perkasa.
Proses Pelaksanaan
- Waktu Pelaksanaan: Mekare-kare diadakan sebagai bagian dari upacara Usaba Sambah, sebuah festival tahunan yang digelar sekitar bulan Juni setiap tahun.
- Arena: Perang Pandan dilaksanakan di alun-alun desa yang sudah dipersiapkan khusus untuk acara tersebut.
- Peserta: Para pria di desa Tenganan, baik muda maupun tua, menjadi peserta utama dalam tradisi ini. Mereka mengenakan pakaian adat, yang terdiri dari kain sarung tanpa baju, sehingga tubuh mereka terbuka.
- Senjata: Alat utama yang digunakan dalam perang ini adalah pandan berduri. Setiap peserta memegang ikat pandan di satu tangan dan perisai rotan kecil di tangan lainnya. Pandan berduri digunakan untuk menyerang lawan, sementara perisai digunakan untuk melindungi diri.
- Pertarungan: Meskipun terlihat seperti pertarungan, Mekare-kare dilakukan dengan semangat persaudaraan. Peserta akan menyerang dan bertahan dengan menggunakan pandan berduri, tetapi tidak ada kebencian di antara mereka. Luka akibat duri pandan dianggap sebagai tanda kehormatan.
Makna Filosofis
Tradisi ini tidak hanya sekadar perang fisik, tetapi lebih sebagai simbol keberanian, kejujuran, dan pengorbanan. Masyarakat Tenganan percaya bahwa melalui Mekare-kare, mereka bisa membuktikan diri sebagai pengikut Dewa Indra yang berani dan kuat. Selain itu, tradisi ini juga mempererat tali persaudaraan antarwarga desa.
Setelah Perang
Setelah pertarungan selesai, peserta yang terluka tidak merasa dendam atau marah. Mereka saling membantu mengobati luka-luka dengan ramuan tradisional yang terbuat dari kunyit dan daun sirih. Perang ini selalu diakhiri dengan senyuman dan persahabatan.
Peran dalam Pariwisata
Tradisi Mekare-kare menjadi daya tarik besar bagi wisatawan yang ingin melihat kebudayaan Bali yang autentik. Desa Tenganan Pegringsingan sendiri terkenal sebagai salah satu desa Bali Aga yang mempertahankan tradisi kuno, termasuk pembuatan kain tenun ikat gringsing yang sangat berharga.
Mekare-kare bukan hanya tradisi fisik tetapi juga simbol kekuatan budaya yang kaya dan kental dalam masyarakat Bali Aga.
0